JAGUARNEWS77.com//Jakarta - Aliansi Anak Kepri melalui Koordinator Wilayah Melayu Raya Kabupaten Lingga, Zuhardi, menyuarakan keresahan masyarakat Kepulauan Riau terkait maraknya pembukaan dan rencana perluasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Lingga. Aspirasi tersebut disampaikan langsung kepada awak media di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Kamis (18/12/2025).
Zuhardi, yang akrab disapa Juai, memperkenalkan dirinya sebagai putra asli Kepulauan Riau, lahir dan besar di Kabupaten Lingga. Ia menegaskan kehadirannya di Jakarta bukan untuk menolak investasi, melainkan untuk meminta perhatian serius pemerintah pusat terhadap dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dirasakan masyarakat setempat.
“Kepulauan Riau itu bukan Pekanbaru. Kepri terdiri dari tujuh kabupaten dan kota, mulai dari Tanjungpinang, Batam, Bintan, Lingga, hingga Anambas dan Natuna. Saya berdiri di sini membawa suara masyarakat Lingga, yang hari ini tercatat sebagai kabupaten termiskin di tingkat provinsi dengan angka kemiskinan sekitar 9,9 persen,” ujar Zuhardi.
Dalam keterangannya, Zuhardi mengungkapkan bahwa saat ini di Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, telah digarap perkebunan sawit dengan luas mencapai belasan ribu hektare. Selain itu, menurut informasi yang diterimanya, terdapat rencana pelepasan kawasan hutan di wilayah Kecamatan Singkep Barat dan Singkep Selatan dengan luasan yang diperkirakan mencapai hampir 23.000 hektare.
“Kami tidak alergi terhadap investasi. Tapi kami minta pemerintah pusat dan daerah benar-benar mempertimbangkan dampaknya. Jangan sampai kejadian seperti di beberapa wilayah Sumatera dan Aceh terulang di negeri kami,” tegasnya.
Ia menyebut, kekhawatiran utama masyarakat bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga kesejahteraan. Menurutnya, pembukaan lahan sawit sejauh ini belum menunjukkan peningkatan signifikan terhadap ekonomi masyarakat lokal.
Zuhardi mengungkapkan, berdasarkan temuan di lapangan, sebagian masyarakat melepas lahan dengan nilai yang sangat rendah. Ia menyebut, satu surat lahan seluas dua hektare dibayar sekitar Rp5 juta, atau setara Rp2,5 juta per hektare.
“Besok uang itu sudah habis. Di mana
“Katanya menyerap ratusan tenaga kerja. Tapi coba tanya, berapa orang kampung yang benar-benar bekerja? Banyak justru tenaga dari luar daerah, bahkan ada yang akhirnya terlantar,” ungkap Zuhardi.
Zuhardi mengaku telah beberapa kali menyampaikan aspirasi tersebut melalui forum resmi, termasuk rapat dengar pendapat (hearing) dengan DPRD dan pemerintah daerah Kabupaten Lingga. Dalam pertemuan yang juga dihadiri pimpinan DPRD dan Asisten I Bupati, ia mempertanyakan minimnya pengawasan terhadap aktivitas perkebunan sawit.
“Jawaban mereka selalu sama, ini keputusan pusat dan tidak bisa diganggu gugat. Itu yang membuat kami kecewa. DPRD dan pemerintah daerah seharusnya hadir melindungi masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kedatangannya ke KLHK justru mendapatkan keterangan bahwa kementerian tidak sembarangan mengeluarkan izin dan rekomendasi, serta bahwa proses tersebut seharusnya berasal dari usulan daerah.
“Di sini saya tidak ingin mengadu domba. Saya hanya ingin persoalan ini dibuka seterang-terangnya,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Zuhardi secara terbuka menyampaikan permohonan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR/BPN, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan perhatian khusus terhadap kondisi Kepulauan Riau, khususnya Kabupaten Lingga.
“Tolong Kepri dijaga. Kepri adalah bagian dari Indonesia. Jangan sampai Indonesia Emas hanya slogan, tapi hutan digunduli dan rakyatnya tetap miskin,” ucapnya.
Ia menegaskan, sebagai warga negara yang setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dirinya tidak memiliki kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. Ia datang dengan keterbatasan biaya, bahkan sebagian rekannya terpaksa pulang ke daerah karena keterbatasan logistik selama berada di Jakarta.
Zuhardi juga mengaku telah menyampaikan pengaduan dan laporan kepada Kapolri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Istana Negara, serta mengirimkan surat kepada Presiden RI.
Zuhardi mendesak pemerintah pusat untuk tidak hanya menerima laporan administratif, tetapi turun langsung ke lapangan guna memperoleh gambaran objektif.
“Jangan hanya dengar saya. Turun ke masyarakat, tanya berapa tanah mereka dibayar, bagaimana kehidupan mereka, bagaimana masa depan anak-anak mereka,” katanya.
Ia juga mempertanyakan status perizinan beberapa perusahaan sawit di Lingga Utara, yang menurutnya belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU), namun sudah melakukan aktivitas dan bahkan melarang masyarakat masuk ke wilayah tertentu.
“Kalau bicara kesejahteraan, kita tanya, kesejahteraan siapa?” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Zuhardi menyampaikan pesan moral kepada pemerintah agar lebih mengedepankan kepedulian terhadap rakyat.
“Rakyat tidak butuh pemimpin yang terlalu pintar dan banyak teori. Rakyat hanya butuh kepedulian. Kalau pemerintah peduli, meskipun sederhana, rakyat akan mencintainya,” pungkasnya.
Zuhardi menyatakan akan tetap bertahan menyuarakan aspirasi masyarakat Lingga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta berharap ada langkah nyata dari pemerintah pusat untuk meninjau kembali kebijakan perkebunan sawit di Kepulauan Riau.
(M Alviyan)
