JAGUARNEWS77.com // Jakarta -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Berdasarkan Laporan LHKPN, Rafael tercatat mempunyai kekayaan sebesar Rp 56,1 miliar yang nilanya dianggap fantastis oleh warganet.


"Sekarang yang bersangkutan sedang kita lakukan pemeriksaan. Untuk mengetahui hasil laporan LHKPN," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, Kamis (24/2/2023) malam.


Rafael merupakan ayah dari Mario Dandy Satrio (MDS). Pelaku kasus penganiayaan terhadap pengurus GP Ansor Jonathan Latumahina yang terjadi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.


Ia menyebut pemeriksaan itu dilakukan, lantaran KPK curiga karena memiliki harta kekayaan yang luar biasa. Meski hanya menjabat sebagai pejabat eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II.


"Dengan profil yang bersangkutan, profilnya enggak match yang cuma pegawai eselon III," ucapnya. Pihaknya ingin mengetahui asal harta kekayaan yang dimiliki Rafael tersebut.


"Kita ingin harta kekayaan itu dapat dipertanggungjawabkan yang bersangkutan," ujarnya. Selain itu, ia mencurigai tidak semua hartanya dilaporkan dalam LHKPN termasuk mobil Jeep Rubicon yang dikendarai anaknya.


Dalam kesempatan ini, Pahala menyebut penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 sangat lemah. Hal itu lantaran dalam undang-undang itu dalam pelaporan LHKPN yang tidak sesuai hanya mendapatkan sanksi administrasi.


"Regulasi kita tentang LHKPN sangat lemah ada UU 28 Tahun 1999 kalau tidak menyampaikan sanksinya administrasi dilakukan oleh atasan," ujarnya. Selain itu, kata dia, dalam penerapan undang-undang itu, jika dalam penyampaian LHKPN yang tidak menyebutkan besaran harta kekayaannya tidak disebut sanksinya. 


"Menyampaikan tidak disebut angkanya, tidak disebut juga sanksinya. Dan menyampaikan tidak lengkap, tidak disebut juga sanksinya," kata Pahala.  


Dengan kondisi ini, KPK tengah melakukan revisi aturan turunan dari undang-undang tersebut terutama menyangkut tentang sanksi. "Karena selama ini kita serahkan ke atasan instansi masing-masing, kalau saya bilang responsnya sangat jelek dan tidak banyak," kata Pahala (Sumber : KBRN/Red)