JAGUARNEWS77.com // Jakarta — Wakil Ketua Umum MUI, KH Cholil Nafis, memecah kebingungan publik terkait dualisme pemahaman soal nikah siri dalam sebuah penjelasan tegas di Kantor MUI Pusat, Selasa (25/11/2025). Ia menegaskan bahwa yang dimaksud nikah siri dalam polemik ini adalah pernikahan yang secara agama sudah memenuhi seluruh rukun, namun tidak dicatatkan secara resmi oleh negara.
Kenapa Statusnya Berubah Menjadi Haram?
Menurut Kiai Cholil, perubahan hukum ini bukan tanpa alasan. MUI menilai bahwa nikah siri menimbulkan kerusakan sosial yang lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dalam kaidah fikih disebutkan, dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih — mencegah kerusakan harus diutamakan daripada meraih manfaat.
Dampak Berat: Perempuan dan Anak Jadi Korban
MUI menekankan bahwa praktik nikah siri kerap meninggalkan luka panjang terutama bagi perempuan dan anak. Tanpa Buku Nikah atau dokumen resmi negara, istri dan anak tidak memiliki perlindungan hukum.
Hak nafkah sulit dituntut
Warisan tidak bisa diklaim
Anak kesulitan mendapatkan akta kelahiran
Tidak ada kepastian hukum bila terjadi perselisihan
Kiai Cholil menggambarkan situasi ini sebagai “mudarat yang nyata dan terus berulang terjadi di masyarakat.”
MUI Dorong Pencatatan Nikah sebagai Kewajiban Sosial
MUI menegaskan bahwa pencatatan perkawinan bukan sekadar formalitas, tetapi benteng perlindungan hukum. Negara berperan mencegah kerugian yang lebih besar, terutama pada perempuan yang rentan ditinggalkan tanpa hak yang jelas.
Dengan penjelasan ini, MUI berharap tidak ada lagi anggapan bahwa nikah siri adalah “jalan pintas” yang aman. Sebab tanpa pencatatan negara, pernikahan itu justru dinilai menghadirkan potensi kerusakan besar bagi keluarga. (Red)