JAKARTA – jaguarnews77.com //.
Kuasa Hukum Deolipa Yumara bersama pelapor Arif Saifuddin mendatangi Bareskrim Polri pada Rabu (10/12/2025) sekitar pukul 12.00 WIB untuk meminta kejelasan penanganan perkara dugaan penyerobotan tanah seluas 16.160 meter persegi di kawasan Lontar, Surabaya. Meski laporan dibuat sejak 2019 dan para terlapor telah berstatus tersangka sejak 29 November 2022, hingga kini perkara belum dilimpahkan ke pengadilan.
Proses Terhambat Setelah Tersangka Ditetapkan
Di hadapan awak media, Deolipa mengatakan penyidik Bareskrim pada awalnya bergerak cepat, namun perkembangan perkara melambat dalam tiga tahun terakhir.
“Para terlapor sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2022, tetapi hingga kini belum juga maju ke persidangan. Ada sesuatu yang membuat proses ini tersendat, dan itu merugikan keadilan,” ujar Deolipa.
Ia menegaskan bahwa keluarga korban meminta pendampingan hukum agar perkara tidak mandek tanpa kepastian.
Keterangan Ahli Waris dan Riwayat Perkara
Arif Saifuddin menjelaskan bahwa ia mewakili enam ahli waris almarhum M. Yusuf Effendi. Ia juga menyebut pernah dikriminalisasi melalui laporan balik tahun 2012, namun dibebaskan hingga tingkat Mahkamah Agung.
“Kami hanya ingin kepastian hukum. SPDP terhadap saya saja tidak jelas, karena dua kali ditanyakan oleh kejaksaan tidak mendapat jawaban,” tegas Arif.
Kronologi 2019–2025: Polemik Penghentian Penyidikan
Anggota keluarga, Syarief Hidayat, menguraikan perjalanan panjang penanganan kasus sejak 2019, termasuk beberapa kali wacana penghentian penyidikan.
Beberapa poin yang disampaikan antara lain:
- Dua tersangka, Ongko Tikdojo dan Widayanto Untoro, dipanggil pada Desember 2022 namun tidak hadir dengan alasan sakit.
- Gelar perkara khusus pada 5 Januari 2023 berlangsung alot, memunculkan perbedaan pendapat antara penyidik dan Biro Wasidik.
- Tim penyidik yang dipimpin Kasubdit Boy Simanjuntak sebelumnya menegaskan bahwa barang bukti kuat dan penyidikan tidak dapat dihentikan.
- Pada pendalaman 2023–2024, muncul kembali rekomendasi penghentian, sehingga keluarga menghadap Kabareskrim kala itu, Komjen Wahyu Widada, yang menegaskan bahwa kasus tidak boleh dihentikan.
Bukti Kepemilikan dan Temuan BPN
Syarief menegaskan sejumlah bukti kepemilikan yang dinilai kuat, yaitu:
- Pembayaran PBB oleh Arif sejak tahun 2000–2015.
- Pihak lawan tidak memiliki bukti PBB atas lahan tersebut.
- Terdapat 12 sertifikat yang terbit di atas tanah yang sama, namun audit investigasi BPN menyatakan sertifikat tersebut tidak sah.
- Izin bangunan sekolah dan vihara disebut tidak sesuai dengan alamat lahan milik keluarga.
“Bagaimana mungkin 12 sertifikat bisa terbit tanpa satu pun bukti PBB? Secara administrasi saja itu sudah janggal,” ujar Syarief.
Deolipa Pertanyakan Potensi SP3 di Tengah Status Tersangka
Deolipa Yumara juga menyoroti kemungkinan adanya upaya SP3 terhadap perkara yang telah menetapkan tersangka.
“Jangan sampai setelah tiga tahun berstatus tersangka, perkara justru di-SP3. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum,” katanya.
Ia menegaskan bahwa bukti formal dan material telah dinilai cukup untuk naik ke tahap penuntutan.
Nilai Tanah Capai Rp200 Miliar
Tanah girik tersebut kini bernilai sekitar Rp200 miliar, memperkuat dugaan adanya kepentingan yang berpotensi mempengaruhi proses hukum.
Harapan Keluarga: Proses Transparan dan Tidak Berlarut-larut
Arif Saifuddin menutup pernyataannya dengan meminta agar gelar perkara yang berlangsung hari ini tidak kembali menghasilkan keputusan penghentian tanpa dasar kuat.
“Kalau benar saya menyerobot, saya sudah diborgol sejak dulu. Kami hanya menuntut keadilan atas tanah keluarga yang sah,” ujarnya.
Penutup
Keluarga berharap Bareskrim Polri menjalankan proses hukum secara profesional, transparan, dan tanpa intervensi agar perkara segera mendapat kepastian melalui proses peradilan.
Reporter: Alviyan.