• Jelajahi

    Copyright © JAGUARNEWS77.COM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    OA PHIGMA

    Total Tayangan Halaman

    More Post

    Mengerti Tetapi Tak Memahami Kebebasan Pers, Kebijakan Kejari Jaktim Dituding Otoriter!

    08/08/25, 11:28 WIB Last Updated 2025-08-08T04:29:02Z
    JAGUARNEWS77.com // Jakarta — Hubungan media dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang selama ini cukup terbuka, kini menjadi sorotan tajam. Sejumlah awak media yang biasa meliput kegiatan Kejari Jaktim justru mendapat perlakuan tidak pantas, berupa teguran dan larangan beraktivitas, hanya karena berada di area kantor setelah pukul 16.00 WIB.

    Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis (7/8), sekitar pukul 17.30 WIB. Kedua wartawan yang tengah duduk santai di depan Pos Pelayanan Hukum—yang terletak tepat di seberang pintu gerbang utama—ditegur secara langsung oleh petugas keamanan. Mereka menyatakan bahwa semua aktivitas, termasuk dari awak media, sudah tidak diperbolehkan berada di area gedung setelah pukul 16.00 WIB.

    Teguran itu tidak datang sekali. Setelah mempertanyakan dasar kebijakan tersebut, awak media justru kembali ditegur dengan nada lebih tegas:

    “Ini sudah bukan jam kantor. Tolong hargai kami bertugas. Sesuai instruksi, kalian sudah tidak ada kepentingan di sini. Silakan tinggalkan tempat ini.”

    Petugas mengklaim bahwa kebijakan ini merupakan instruksi langsung dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang baru, Dedy Priyo Handoyo.

    Sebagai informasi, Dedy Priyo Handoyo sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Pengembangan Pegawai pada Biro Kepegawaian Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung. Dengan latar belakang di bidang pembinaan SDM, publik tentu berharap beliau membawa semangat komunikasi yang terbuka dan kolaboratif. Namun kenyataannya, awak media justru merasakan suasana tertutup dan minim ruang dialog.

    Dalam semangat keberimbangan informasi, awak media telah mencoba menghubungi Bapak Dedy Priyo Handoyo secara langsung melalui pesan singkat WhatsApp untuk meminta konfirmasi terkait kebijakan pembatasan akses tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada balasan atau tanggapan yang diberikan.

    Padahal, kebijakan yang membatasi akses media di ruang publik milik negara, apalagi tanpa kejelasan regulasi tertulis, berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008.

    “Kami tidak mengganggu jalannya pekerjaan. Kami hanya duduk di ruang terbuka, tanpa mengakses area internal. Tapi kami malah diperlakukan seolah-olah sebagai ancaman,” ujar salah satu jurnalis yang enggan disebut namanya.

    Upaya awak media untuk menunggu dan menemui langsung Kajari pun tidak membuahkan hasil.

    Langkah sepihak yang tertutup ini menimbulkan pertanyaan serius:
    Apa yang sebenarnya sedang disembunyikan? Mengapa media dipersempit ruang geraknya di tempat yang seharusnya terbuka untuk publik?

    Sebagai institusi penegak hukum, Kejaksaan semestinya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas. Bukan sebaliknya—menutup diri, membatasi akses pers, dan membiarkan pertanyaan publik menggantung tanpa jawaban. (Muhamad Alviyan/Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini