JAGUARNEWS77.com // Cianjur, Jawa Barat - Sejumlah pengungsi korban gempa di Kabupaten Cianjur yang masih mendiami tenda-tenda terindikasi mengalami gangguan mental emosional. Bahkan, angka persentase penderitanya relatif cukup tinggi.


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Irvan Nur Fauzy, menuturkan selain memeriksa pengungsi secara fisik, dilakukan juga pemeriksaan psikis. Dia sudah melaksanakan pertolongan pertama psikologis


"Jadi kita melakukan screening gangguan psikologis. Memang belum menyeluruh, hanya beberapa pengungsian. Didapatkan gangguan mental emosional dengan persentase cukup tinggi," kata Irvan kepada wartawan, Minggu (18/12/2022). 


Menurut Irvan, gangguan mental emosional merupakan hal wajar pascabencana, terlebih di awal-awal kejadian. Dinas Kesehatan, kata Irvan, berupaya memberikan layanan kepada pengungsi yang mengalaminya.


"Bisa trauma healing atau konsultasi individu. Jadi ini sudah berjalan. Kita dibantu dari Komunitas Psikologi Klinik Indonesia, ada psikiater, ada psikolog, ada perawat jiwa," ucapnya.


Irvan menuturkan tingkat gangguan mental emosional para pengungsi bervariatif. Ada yang dikategorikan berat, sedang, serta ringan.


"Untuk yang ringan treatment-nya mungkin trauma healing biasa, satu kali juga bisa. Tetapi untuk yang sedang ataupun berat harus secara periodik," ujarnya. 


Karena itu, sebut Irvan, proses pemulihan pengungsi yang mengalami gangguan mental emosional kembali lagi ke individu. Artinya, sejauh mana individu tersebut bisa menerima terapi yang diberikan.


"Jadi tidak menutup kemungkinan kita juga ada pemberian medikamentosa atau obat-obatan. Gangguan mental emosional ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi dalam kondisi seperti ini (bencana)," ujarnya. 


"Dan itu beda dengan penyakit jiwa yang lain. Sejauh ini kami tak menemukan ada ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) atau skizofrenia akibat dampak gempa," katanya. 


Sejauh ini pengungsi yang terindikasi mengalami gangguan mental emosional rata-rata kalangan dewasa. Untuk kalangan anak-anak, sebut Irvan, relatif cukup sulit mengukurnya.


"Tetapi yang ekstrem memang ada beberapa kasus dan kami sudah menindaklanjuti. Ada yang pascaoperasi, lalu juga pascaperawatan karena sempat koma," ucapnya. 


Secara fisik, ucap dia, rata-rata penyakit yang dialami pengungsi tak jauh dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hipertensi, gastritis, penyakit kulit, serta diare. Pada beberapa pengungsi, ditemukan juga yang menderita diabetes. 


"Paling banyak yang mengalami ISPA. Ini fokus kita untuk menanganj," ujarnya (sumber : rri.co.id/Red)