• Jelajahi

    Copyright © JAGUAR NEWS 77
    Best Viral Premium Blogger Templates

    More Post

    Praperadilan, Apa Dan Bagaimana? Yuk Kita Simak Pencerahannya Dari Advokat Muda Berpengalaman

    27/10/21, 20:25 WIB Last Updated 2021-10-27T13:43:38Z
       Adv. Teuku M Luqmanul Hakim, SE, SH, MH

    JAGUARNEWS77.com # Tangerang, Banten - Di sela-sela kesibukannya bersidang Di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu 27/10/2021, Kembali Advokat Muda yang terkenal ramah kepada semua pihak dan telah menangani banyak perkara Perdata Maupun Pidana ini memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat melalui media ini.


    Owner dari Kantor Hukum Teuku Luqmanul Hakim, SE, SH, MH dan Partners yang berlokasi di Kawasan Villagio Cluster Bolzano Blok WD17/5 Citra Raya, Panongan, Kabupaten Tangerang Banten Hp. 0812 8619 4005, pada kesempatan kali ini membedah tentang apa dan bagaimana "Praperadilan", yuk kita simak.... 


    Seperti yang kita ketahui praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang:


    a) Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan;


    b) Sah tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan


    c) Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.


    Hal mana tentang Praperadilan tersebut secara limitatif umumnya diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. 


    Sebenarnya upaya pra-peradilan tidak hanya sebatas itu, karena secara hukum ketentuan yang mengatur tentang pra-pradilan menyangkut juga tentang tuntutan ganti kerugian termasuk ganti kerugian akibat adanya “tindakan lain” yang di dalam penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP ditegaskan kerugian yang timbul akibat tindakan lain yaitu, kerugian yang timbul akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.


    Sehingga dalam konteks ini pra-peradilan lengkapnya diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 s/d 83 dan pasal 95 s/d 97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 s/d 46, pasal 47 s/d 49 dan pasal 128 s/d 132 KUHAP.


    Dalam konteks ini pra peradilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, atau tentang permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya pra-pradilan dapat juga dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. ( Vide : Keputusan Menkeh RI No.:M.01.PW.07.03 tahun 1982 ), atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.


    Sejauh ini yang kita kenal pra-peradilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan Gugatan/Permohonan Praperadilan terhadap pihak Kepolisian atau terhadap pihak Kejaksaan ke Pengadilan Negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.


    Namun sesungguhnya praperadilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak Kepolisian terhadap pihak Kejaksaan, begitu juga sebaliknya. 


    Perlu untuk diketahui bahwa pasal 77 s/d pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang Praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan Kepolisian dan Kejaksaan, namun pasal tersebut juga memberi hak kepada Kepolisian untuk mempraperadilankan Kejaksaan dan memberi hak kepada Kejaksaan untuk mempraperadilankan Kepolisian.


    Praperadilan adalah hal yang biasa dalam membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum. 


    Dalam negara hukum yang berusaha menegakkan supremasi hukum sangat diperlukan suatu lembaga kontrol yang independen yang salah satu tugasnya mengamati/mencermati terhadap sah tidaknya suatu penangkapan, penahanan atau sah tidaknya penghentian penyidikan atau sah tidaknya alasan penghentian penuntutan suatu perkara pidana baik itu dilakukan secara resmi dengan mengeluarkan SP3 atau SKPPP (Devonering), apalagi yang dilakukan secara diam-diam.


    Di samping itu diharapkan juga pihak Kepolisian dapat mengontrol kinerja Kejaksaan apakah perkara yang sudah dilimpahkan benar-benar diteruskan ke Pengadilan. Begitu juga pihak Kejaksaan diharapkan dapat mengontrol kinerja Kepolisian di dalam proses penanganan perkara pidana apakah perkara yang sudah di SPDP (P.16) ke Kejaksaan akhirnya oleh penyidik perkara tersebut benar-benar dilimpahkan ke Kejaksaan atau malah berhenti secara diam-diam.


    Di dalam era supremasi hukum ini sudah saatnya dibangun budaya saling kontrol, antara semua komponen penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) agar kepastian hukum benar-benar dapat diberikan bagi mereka para pencari keadilan


    Mengenai Proses Perkara Praperadilan dalam Praktek. Pada dasarnya, Pendaftaran Gugatan Praperadilan dilakukan di bagian Kepaniteraan Pidana, selanjutnya kita akan mendapatkan nomor tanpa pembayaran persekot biaya perkara seperti perkara perdata. 


    Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan perkara praperadilan yang diatur di dalam Pasal 82 – 83 KUHAP. Di dalam praktek, proses penunjukan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri memerlukan waktu selama lebih dari 3 hari, karena hakim yang ditunjuk tersebut tetap perlu waktu untuk mempelajari perkara tersebut sebelum akhirnya disidangkan. 


    Selanjutnya ditentukan bahwa pemeriksaan perkara praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 hari, hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Mengenai ketentuan isi putusan dari praperadilan diatur di dalam Pasal 82 ayat (3) KUHAP , yang mana putusan tersebut harus memuat:


    Dalam hal suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus membebaskan tersangka (Pasal 82 ayat (3)a KUHAP);


    Dalam Putusan Praperadilan juga dicantumkan mengenai jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 82 ayat (3)c KUHAP);


    Dalam hal Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) dinyatakan tidak sah maka penyidikan  atau penuntutan dinyatakan tidak sah maka penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan (Pasal 82 ayat (3)b KUHAP);


    Selanjutnya dalam hal SP3 dan SKPP dinyatakan sah, maka dalam putusan wajib dicantumkan rehabilitasinya (Pasal 82 ayat (3) c KUHAP);


    Terakhir, dalam hal benda yang disita ada yang tidak termasuk ke dalam alat pembuktian maka dalam putusan wajib dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada Tersangka atau dari siapa benda itu disita (Pasal 82 ayat (3) b KUHAP).


    Mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan dapat kita lihat lebih lagi di dalam Pasal 83 KUHAP, yang pada umumnya tidak dapat dimintakan banding kecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya pengehntian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dimintaakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. 


    Selain itu, dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, putusan prapeadilan tidak boleh diajukan kasasi (terdapat dalam Pasal 45 A UU Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2009 jo SEMA Nomor 8 Tahun 2011). (Red) 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini